selamat datang

selamat datang di blogg acak-acak

Sabtu, 04 Juni 2011

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING MANAGEMENT

Nama : Hermanto

Pembimbing : Aida Yulia SE, MM, Ak

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING MANAGEMENT (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia)

Oleh: Hermanto

ABSTRACT

This research was aims to find evidence whether good corporate governance affect to earnings management. This research used good corporate governance as independent variables using dummy data and earnings management as the dependent variable as measured by the value discretionary accrual. This research using census on manufacturing companies listing on stock exchanges in Indonesia from 2006-2009 with provisions that have been defined, so there is 336 years of observation. Testing is done by simple linear regression method with the help of SPSS 17.0. A conclusion of this research is good corporate governance affect to earnings management.

Keywords: Good corporate governance, earning management

1. PENDAHULUAN

Isu mengenai Good Corporate Governance (GCG) saat ini sedang hangat diperbincangkan, terlebih dikalangan ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia. Sejak adanya krisis finansial di berbagai negara khususnya Indonesia pada tahun 1997, yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia yang dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance (GCG) di negara-negara Asia. Tjager, et al., (2003) menyatakan pendapat “…ini disebabkan adanya kondisi-kondisi objektif yang relatif sama di negara-negara tersebut antara lain adanya hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis, konglomerasi dan monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas”.

Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malpraktik keuangan akibat krisis tersebut adalah buruknya praktik Corporate Governance (CG). Karena hal tersebut GCG akhirnya menjadi isu penting, terutama di Indonesia yang merasakan paling parah akibat krisis tersebut. Disamping itu, banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan emiten di pasar modal yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan rendahnya mutu praktik GCG di negara kita.

PT. Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik earning management dengan menaikan laba hingga Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp 28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated. Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat (AS), antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, et al., 2006).

Dengan melihat beberapa contoh kasus di atas, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan good corporate governance (GCG), khususnya pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI, karena terdapat perusahaan manufaktur yang terindikasi melakukan earning management. Corporate governance (CG) memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati, et al., 2004).

Murhadi (2009) dalam penelitiannya terhadap perusahaan go public di Indonesia menemukan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Namun dari lima indikator GCG yang berpengaruh signifikan hanya dua yakni CEO duality dan Top Share. Dualisme antara pemilik yang sekaligus menjadi CEO mendorong peningkatan terjadinya praktik earning management. Sementara itu, adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan praktik earning management. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan arah positif.

Penelitian ini termotivasi dari penelitian sebelumnya, namun terdapat perbedaan. Penelitian ini meneliti pengaruh GCG terhadap earning management dengan menggunakan persyaratan GCG yang telah ditetapkan KNKG (2006) yang digunakan sebagai persyaratan variabel independen dummy yaitu perusahaan yang menerapkan GCG dengan perusahaan yang tidak menerapkan GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan Komite Nasional Kebijakan Governance/KNKG (2006) adalah perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi dan Sekretaris Perusahaan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan komite audit, komisaris independen, CEO duality, Top Share koalisi pemegang saham, ukuran dan jumlah dewan direksi. Penelitian ini berupa studi empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Teori Agensi

Teori keagenan menurut Jensen and Meckling (1976:5) adalah sebuah kontrak antara principal (pemilik/ pemegang saham) dan agen (manajer/pengelola) yang mana baik pemilik dan pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan. Pemisahaan ini dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problems) antara pemilik dan manajer yang mungkin saja pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest).

Scott (2000:214) menyatakan bahwa “perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan ini adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information”. Asimetry information ini menyebabkan konflik kepentingan.

2.2 Earning Management

2.2.1 Definisi Earning Managemet

Scott (2000:218) mendefinisikan earning management sebagai tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing).

Abdelghany (2005:1006) menjelaskan bahwa earning management merupakan manipulasi pendapatan yang dilakukan untuk memenuhi target yang ditetapkan manajemen. Sementara Lo (2008:352) mengelompokkan EM dalam dua katagori yakni real earning management seperti tindakan untuk mempengaruhi arus kas, dan accrual management melalui perubahan dalam estimasi dan kebijakan akuntansi. Peneliti lain yaitu Jiraporn, et al. (2006:629) mengelompokkan EM ke dalam dua kelompok yakni beneficial earning management dan opportunistic earning management.

2.2.2 Motivasi Earning Management

Ortega dan Grant (2003:131) mengemukakan bahwa earning management dimungkinkan karena adanya fleksibilitas dalam pembuatan laporan keuangan dalam rangka mengubah hasil keuangan operasional suatu perusahaan.

Scott (2000:220) juga mengemukakan adanya beberapa motivasi yang menyebabkan terjadinya earning management :

1. Bonus Purposes

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat ini. Manajer perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya cendrung menghindari metode akuntansi yang mungkin melaporkan net income lebih rendah. Manajer cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.

2. Political Motivations

Earning management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan-peraturan yang lebih ketat.

3. Taxation Motivations

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

5. Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan earning management dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.2.3 Praktik Earning Management

Praktik earning management yang sering kali dilakukan perusahaan meliputi (Abdelghany, 2005:1007):

1. Big Bath, yang berarti pengakuan terhadap biaya dilakukan melalui one time restructuring charge. Dimana hal ini akan berakibat perusahaan akan mengalami pembebanan biaya secara besar-besaran pada tahun ini, dan dampaknya pada tahun berikutnya perusahaan akan mengalami profit yang besar.

2. Abuse of Materiality, yakni dengan memanipulasi earnings melalui penerapan prinsip materiality, dimana tidak terdapat range yang spesifik mengenai material atau tidaknya suatu transaksi.

3. Cookie Jar, kadang disebut rainy jar atau contingency reserves dimana dalam periode kondisi keuangan yang baik maka perusahaan dapat mengurangi earnings melalui melakukan pencadangan yang lebih banyak, pembebanan biaya yang lebih besar dan menggunakan satu kali write offs. Bila kondisi keuangan memburuk maka akan dilakukan hal sebaliknya.

4. Round Tripping, back to back dan Swap, dimana hal ini dilakukan dengan menjulan suatu asset/unit usaha ke perusahaan lain dengan perjanjian untuk membelinya kembali pada harga tertentu, dimana hal ini akan memberikan dampak pada peningkatkan pemasukan perusahaan.

5. Voluntary accounting changes, dilakukan dengan mengubah kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan.

6. Conservative Accounting, dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang paling konservatif seperti LIFO dan pembebanan biaya R&D dari pada mengkapitalisasinya.

7. Using the Derivative, dimana manajer dapat memanipulasi earning melalui pembelian instrument hedging.

2.2.4 Teknik Earning Management

Teknik dan pola earning management menurut Daley dan Vigeland (dalam Setiawati dan Na’im, 2000:410) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:

1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2) Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

3) Menggeser periode biaya atau pendapatan

Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk kepelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

2.3 Good Corporate Governance

2.3.1 Definisi Good Corporate Governance

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), (2001:2) corporate governance didefinisikan sebagai:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.

Sedangkan definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebagai berikut:

“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and control. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participant in the corporation, such as the board, the managers, shareholders and other stakeholder, and spells out the rule and procedure for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”.

Kaen (2003:17) menyatakan “corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak-pihak utama dalam corporate governance adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas”.

2.3.2 Prinsip Dasar Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip dasar dari GCG, pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip GCG secara konkret menurut OECD (2004:3), memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut :

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;

2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah;

3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan;

4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan;

5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh OECD adalah :

1. Transparency/Disclosure (Transparansi/Keterbukaan)

Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang - undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Responsibility (Responsibilitas)

Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.

4. Independency (Independensi)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diinter-vensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu. Prinsip-prinsip transparansi, keadilan, akuntabilitas, responsibilitas dan independen GCG dalam mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan good faith (bertindak atas itikad baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman GCG, agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat terwujud.

5. Fairness (Keadilan)

Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan (OECD, 2004:22).

2.3.3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance

Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan CG dapat disebut antara lain (Maksum, 2005:8):

1. Dengan GCG proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat.

2. GCG akan memungkinkan dihindarinya atau sekurang-kurangnya dapat diminimalkan tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.

3. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelola perusahaan tempat mereka berinvestasi.

4. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut pada poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikan nilai saham mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi Negara ini juga akanmenaikan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaaan Negara dari sektor pajak.

5. Karena dalam praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat.

6. Dengan baiknya pelaksanaan CG, maka tingkat kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja dapat menekan biaya (cost) yang timbul akibat tuntutan stakeholders kepada perusahaan.

7. Penerapan CG yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen cendrung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good Corporate Governance

Keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal (Daniri, 2005:20).

1. Faktor Eksternal

Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, di antaranya:

a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.

b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yangefektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

2. Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.

c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

2.3.5 Proksi Good Corporate Governance

Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan (KNKG, 2006:11).

Adapun organ perusahaan yang dimaksudkan oleh KNKG antara lain:

a. Rapat Umum Pemegang Saham

RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang- undangan, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi (KNKG, 2006:11).

b. Dewan Komisaris dan Direksi

Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan (KNKG, 2006:12).

c. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif (KNKG, 2006:13).

d. Direksi

Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi (KNKG, 2006:17).

Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya berhak membentuk komite guna membantu tugas dewan komisaris agar berjalan secara efektif. KNKG (2006:15). Mengemukakan bahwa :

“Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan”.

Selain itu Daniri dan Krismatono (2010:1) menyatakan bahwa :

“Salah satu elemen dalam struktur dan proses good corporate governance (GCG) adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan. Dalam menjaga proses tersebut dibutuhkan suatu unit yang berfungsi sebagai fasilitator pengambilan keputusan secara proper dan saluran komunikasi yang terpercaya. Disinilah posisi strategis sekretaris perusahaan (corporate secretary), yaitu menjalankan fungsi memastikan kepatuhan dan administrasi pengambilan keputusan didalam perusahaan, dan melakukan fungsi komunikasi dalam rangka membangun goodwill keluar perusahaan”.

Corporate secretary wajib dimiliki perusahaan sehubungan dengan peraturan Bapepam-LK NOMOR KEP-63/PM/1996. Daniri dan Krismatono (2010:1) juga menyatakan “Corporate secretary memiliki tugas dalam penatalaksanaan office of the board yang mencakup pemastian ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris dan Direksi”.

Dari literatur yang telah dijelaskan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa GCG dapat diproksikan dengan pelaksanaan RUPS, Dewan Komisari, Dewan Direksi, Komite Audit dan Corporate Secretary.

2.4 Kerangka Pemikiran

2.4.1 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Earning Management

Chtourou, et al. (2001:27) meneliti apakah praktik corporate governance memiliki pengaruh kepada kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan. Chtourou, et al. Menemukan bahwa:

“…prinsip GCG mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan yang diukur dari keberhasilan ditekannya upaya rekayasa yang dilakukan manajemen, secara parsial earning management secara signifikan berhubungan dengan beberapa praktik governance oleh dewan komisaris dan komite audit. Untuk komite audit, income increasing earning management secara negatif berasosiasi dengan proporsi anggota yang besar dari luar yang bukan merupakan manejer pada perusahaan lain. Untuk dewan komisaris, income increasing earning management yang rendah pada perusahaan yang memiliki outside board members yang berpengalaman sebagai board members pada perusahaan dan pada perusahaan yang lain”.

Shah, et al. (2009:635) meneliti hubungan kualitas GCG terhadap earning management pada perusahaan yang listing di bursa efek Pakistan menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara GCG dengan earning management. Namun Cornett, et al., (2006:17) menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari earning management dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari indikator mekanisme corporate governance.

Murhadi (2009:8) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management yang dilakukan perusahaan. Selanjutnya Murwaningsari (2007:40) Murwaningsari menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada struktur corporate governance terutama yaitu dewan direksi terhadap earning management.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007:41) yang menggunakan variabel Independen : Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, Dewan direksi, dan komite audit. Sedangkan variabel dependen : earning management. Dalam penelitian tersebut Iqbal menemukan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan arah hubungan positif. Darmawati (2003:63) tidak menemukan adanya hubungan antara GCG terhadap earning management, sedangkan Gul and Tsui (2001:130) menemukan hubungan negatif antara corporate governance terhadap earning management. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian terdahulu bahwa GCG berpengaruh terhadap earning management.

GCG dapat diproksikan oleh organ perusahaan: RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan. Organ perusahaan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif (KNKG, 2006:11). Adapun pengaruh dari masing-masing proksi tersebut adalah sebagai berikut:

2.4.1.1 Pengaruh Rapat Umum Pemegang Saham terhadap Earning Management

Salah satu manfaat dari RUPS adalah untuk memantau ketaatan pada Pedoman, Direksi harus mengungkapkan baik mengenai keuangan maupun hal-hal yang lainnya yang menyangkut Perseroan, serta memuat dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan setiap hal yang bertentangan dan/atau yang tidak sesuai dengan pedoman ini, dan memberikan alasan atas ketidak-sesuaian dan/atau tidak ditaatinya Pedoman tersebut (Tjager, 2001:5).

2.4.1.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Earning Management

Vafeas (2000:155) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat earning management melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.

Chtourou,et al. (2001:27) memberikan pernyataan, dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka proses monitoring justru menjadi lebih baik/ mengurangi aktivitas earning management. Namun, Suranta dan Merdistusi (2005:6) menyatakan keberadaan komisaris independen ternyata tidak mampu menjadi mekanisme corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktik earning management.

2.4.1.3 Pengaruh Dewan Direksi terhadap Earning Management

Vafeas (2000:155), Merdistusi dan Machfoedz (2003:193) menyimpulkan bahwa semakin kecil ukuran dewan direksi maka pelaksanaan monitoring terhadap manajemen perusahaan akan jadi semakin baik, sehingga dapat mengurangi praktik earning management. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Chtourou, et al. (2001:27) memberikan hasil yang tidak konsisten, dimana semakin besar ukuran dewan direksi maka proses monitoring justru menjadi lebih baik/mengurangi aktivitas manajemen laba.

2.4.1.4 Pengaruh Komite Audit terhadap Earning Management

Klein (2000:25) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Xie, et al. (2003:20) menyimpulkan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan earning management yang dilakukan oleh pihak manajemen. Suranta dan Merdistusi (2005:7) menyimpulkan bahwa komite audit mampu menjadi mekanisme corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktik earning management.

2.4.1.5 Pengaruh Sekretaris Perusahaan terhadap Earning Management

Pelaksanaan RUPS dan Laporan Tahunan secara legal merupakan tanggung jawab Direksi, namun corporate secretary sebagai kepanjangan fungsi Direksi, bertugas menyiapkan operasional pelaksanaan RUPS agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan keputusan yang diperlukan oleh perusahaan. Kualitas informasi merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders, dan dalam hal ini corporate secretary perlu membangun komunikasi yang baik dengan komunitas pasar modal, khususnya para analis – karena ulasan analis yang didasarkan pengungkapan informasi yang layak merupakan salah satu akses investor terhadap informasi, yang juga berpengaruh pada pengambilan keputusan investasi (Daniri dan Krismatono, 2010:1).

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

H1: Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap earning management melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing). Metode penelitian yang digunakan adalah sensus. Sensus berarti meneliti seluruh elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002:115). Adapun perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009.

  1. Tersedia data yang lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian.
  2. Tidak mengalami ekuitas negatif selama periode pengamatan.

3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data keuangan dan elemen annual report yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Total akrual, total asset, perubahan penjualan, perubahan piutang usaha, gross property, plant dan equipment perusahaan.

2. Informasi mengenai penerapan GCG.

3. Menggunakan pooling data.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara identifikasi yaitu pengumpulan data yang didasarkan pada catatan yang telah tersedia di BEI dengan mengklasifikasikan data sekunder berupa data keuangan dan informasi penerapan GCG berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Data ini diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dengan alamat Gedung BEI, Lantai I Tower 2 jalan Jendral Sudirman, Kavling 52-53 Jakarta 12190 yang dikirim via pos.

3.3 Definisi dan Operasional Variabel

Variabel yang akan diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu Variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning management (EM), sedangkan variabel independennya adalah good corporate governance (GCG).

3.3.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi (Sekaran, 2006:116). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning management . EM adalah tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing) (Scott, 2000:218).

Merujuk penelitian sebelumnya yang dilakukan Murhadi (2009), EM dalam penelitian ini dilakukan melalui total accrual (TA) dan discretionary accrual (DA). Total akrual yang didefinisikan sebagai selisih antara net income dan arus kas dari aktivitas operasi, dibagi dengan total asset. Total akrual terdiri dari discretionary accrual dan non-discretionary accrual.

DA dalam penelitian ini menggunakan modifikasi Jones (1991) untuk mendekomposisi firmlevel (Total accrual) dan menggunakan residual sebagai proksi terhadap DA. Penggunaan model modifikasi Jones dikarenakan model ini runtun waktu dan secara statistik paling baik dibandingkan model-model lainnya (Dechow, et al., (1995), Darmawati (2003) dan Murhadi (2009).

Hal ini tampak dalam persamaan sebagai berikut:

Model perhitungan earning management adalah sebagai berikut :

............................................................. 1)

Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :

............................................................................................................ 2)

Keterangan :

TAit = Total Accruals perusahaan i pada tahun t

∆REVit = Pendapatan bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan bersih pada tahun t-1

∆RECit = Piutang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-1

PPEit = Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t

At-1 = Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1

εit = Nilai residu perusahaan i pada tahun t

NIit = Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t

OCFit = Arus kas (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t

Non Discretionary Accruals (NDA) dapat ditentukan dengan persamaan:

................................................................. 3)

Setelah melakukan regresi model di atas, DA yang dilakukan oleh setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sbb:

........................................................ 4)

Atau

.................................................................................................... 5)

NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t

DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t

3.3.2 Variabel Independen (X)

Variabel independen adalah varibel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif atau negatif (Sekaran, 2006:117). Variabel independen dalam penelitian ini adalah good corporate governance. GCG adalah tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks dan Minow, 2003:6).

GCG dengan menggunakan data dummy, dimana 1 bila perusahaan memenuhi syarat GCGdan 0 bila tidak memenuhi syarat GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan KNKG (2006) adalah perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan, sedangkan perusahaan yang belum memenuhi organ tersebut didefinisikan sebagai perusahaan yang belum menerapkan GCG. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Rapat Umum Pemegang Saham

Melaksanakan RUPS tahunan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah akhir tahun buku sesuai dengan pasal 65 ayat 2 Undang-undang Perseroan Terbatas.

b) Dewan Komisaris

Keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia telah diatur dengan berbagai peraturan. Menurut peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Lebih lanjut dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (GCG), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

c) Dewan Direksi

Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengembalian putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independent dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat menganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis. Tergantung dari sifat khusus suatu perseroan, seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh persertatus) dari jumlah anggota direksi harus berasal dari kalangan diluar perseroan.

d) Komite Audit

Bapepam dengan Surat Edaran No.SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang, mayoritas harus independen yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.

e) Sekretaris Perusahaan

Sekretaris Perusahan harus memiliki kualifikasi akademis yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linear yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 (Statistical Package For Social Science 17.0). Spesifikasi persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

EM (DA) = α + β GCG + ε ............................................................................................ (6)

Keterangan :

EM : Earning Management

GCG : Good Corporate Governance

α : kostanta

β : koefisien regresi

ε : eror

3.5 Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan, maka perlu dilakukan pengujian secara statistik. Penelitian ini menguji hipotesis dengan analisis linear sederhana. Hipotesis yang akan diuji dan dianalisis dalam penelitian ini adalah pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang diolah dengan program komputer SPSS 17.0.

3.5.1 Rancangan Pengujian Hipotesis

Untuk menguji pengaruh GCG (X) terhadap EM (Y) dilakukan dengan cara meregres variabel dalam penelitian baik variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian ini menggunakan metode sensus, dengan demikian tidak dilakukan uji signifikansi. Kesimpulan diambil langsung dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel.

Untuk menguji hipotesis pertama (H1) apakah variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y), digunakan uji simultan dengan langkah sebagai berikut:

Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha)

Ha1: β > 0 ; Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

H01: β ≤ 0 ; Good corporate governance tidak berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.

Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:

Jika β > 0: Ha diterima (H0 ditolak)

Jika β ≤ 0: H0 diterima (Ha ditolak)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Data yang telah terkumpul tersebut berupa laporan keuangan tahunan dan annual report dari perusahaan manufaktur yang go public atau listing di BEI periode tahun 2006-2009. Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang telah dikemukakan, serta untuk kepentingan pengujian hipotesis, maka digunakan statistik deskriptif dan analisis statistik untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara GCG terhadap EM.

4.1.1 Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan metode sensus perusahaan manufaktur yang listing di BEI dari tahun 2006-2009 dengan menggabungkan data (pooling data) sehingga terdapat 336 observasi yang emiten manufaktur yang memenuhi kriteria populasi sasaran, yang tertera pada Lampiran 1. Secara keseluruhan dari data yang terkumpul dari tahun 2006-2009 nilai maksimum TAit/At-1 sebesar 1.65759 dan nilai minimumnya sebesar -2,81212. Untuk nilai maksimum (∆REVit-∆RECit)/At-1 senilai 36,91305, sedangkan nilai minimumnya senilai -9,25004, sedangkan nilai maksimum PPE/At-1 sebesar 24,11569 dan nilai minimumnya sebesar -13,16542.

Dari Tabel 4.1 statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual maximum sebesar 1.6455, nilai minimumnya sebesar -4.3750 dan nilai diskresioner akrual rata-rata sebesar -0.065515. Dengan nilai diskresioner akrual rata-rata yang negatif maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan observasi dalam penelitian ini rata-rata melakukan aktivitas earning management dalam bentuk penurunan laba (income decreasing).

Secara ringkas, hasil statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

DA

336

-4.3750

1.6455

-.065515

.3144465

GCG

336

0

1

.79

.411

Valid N (listwise)

336

Sumber: data diolah 2010

4.1.2 Uji Hipotesis

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri variabel dependen yaitu earning management dan variabel independen yaitu good corporate governance. Dalam uji hipotesis ini dibutuhkan analisis statistik. Sesuai dengan metode yang digunakan, data yang telah ada dianalisis dengan cara regresi linear sederhana dikarenakan variabel dependen yang ada hanya satu.

Hasil dari regresi linear sederhana dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Regresi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

-1.625

.487

-3.338

.001

GCG

.057

.549

.006

.103

.918

a. Dependent Variable: DA

b. Sumber: data diolah 2010

Hasil uji hipotesis ini dilihat dari variabel regresi dari variabel independen. Dari tabel diatas terlihat standardized coefficients (beta/β) untuk variabel GCG sebesar 0,006. Sesuai dengan persyaratan pengujian hipotesis yang telah dipaparkan dan dikarenakan nilai dari standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, maka β>0 ini menandakan bahwa Ha diterima, sedangkan H0 ditolak. Dengan diterimanya Ha, maka GCG berpengaruh positif terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 regresi di atas maka dapat diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:

EM (DA) = -1,625+ 0,057GCG + ε

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Konstanta (α) bernilai -1,625, hal ini menunjukan bahwa jika tidak ada pengaruh variabel GCG, maka DA akan tetap ada sebesar -1,625. Maksudnya adalah jika tidak ada pengaruh dari penerapan GCG maka EM akan tetap terjadi dalam bentuk penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%.

b. Koefisien regresi X (GCG) sebesar 0,057 artinya bahwa setiap penambahan sebesar satu satuan pada variabel GCG, maka DA akan meningkat sebesar 0,057 satuan. Dengan adanya penerapan GCG maka DA atau EM akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar satu satuan pada setiap penambahan GCG.

Jika perusahaan tidak menerapkan GCG maka akan terjadi EM dalam bentuk penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%. Namun, jika perusahaan menerapkan GCG, maka DA atau EM akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar satu satuan pada setiap penambahan GCG. Dengan demikian perusahaan membutuhkan 28,5 satuan GCG untuk menghilangkan praktik EM. Jika lebih dari 28,5 satuan GCG, maka akan mengakibatkan timbulnya EM dalam bentuk peningkatan laba (income increasing). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu seperti: Shah, et al., (2009), Murhadi (2009), Murwaningsari (2007), dan Iqbal (2007).

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penelitian ini berhasil menemukan bahwa :

Variabel independen yakni GCG berpengaruh terhadap variabel dependen EM yang diukur dengan DA dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukan dengan standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, yang berarti β > 0.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Dalam pengukuran GCG sebagai variabel independen dummy hanya dengan persyaratan yang di tetapkan KNKG (2006) yaitu perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan dengan kriteria-kriteria tertentu, bukan diukur dengan menggunakan Indeks Corporate Governance yang pengukurannya melibatkan aspek yang lebih banyak.

5.3. Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak regulator untuk meregulasi implementasi GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama perusahaan manufaktur yang dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang signifikan GCG terhadap EM.

2. Bagi investor hendaknya memilih perusahaan yang telah menerapkan GCG dengan baik, dengan melihat frekuensi diadakannya RUPS, komposisi komisaris, dewan direksi, komite audit, dan sekretaris perusahaan, karena terbukti memiliki pengaruh terhadap EM yang dilakukan perusahaan.

3. Bagi peneliti yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian yang sama dengan metode pengukuran yang lain misalnya untuk GCG diukur dengan Indeks Corporate Governance.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdelghany, K.E., (2005). “Measuring the quality of earnings”, Managerial Auditing Journal, Vol. 20, No. 9: 1001-1015.

Chtourou S.Marrakchi, Jean Bedard, and Lucie Courteau. 2001. Corporate Governance and Earning management. Working Paper. http://papers.ssrn.com.

Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. (2006). Earning management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com/

Daniri, Mas Ahmad, (2005). Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta, Ray Indonesia.

Daniri dan Krismatono, (2010). “Peran Corporate Secretary sebagai Penjaga Gawang Good Corporate Governance”.

Darmawati, D., (2003). “Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.5, No.1: 47-68.

Dechow, P., Sloan, R., Sweeney, A., (1995).“Detecting Earning management”, The Accounting Review, Vol. 70, No. 2: 193-225.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. “Peranan Dewan komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”, Jakarta.

Gul, F. and Tsui, J., “Free Cash Flow, Debt Monitoring and Audit Pricing: Further Evidence on the Role of Director Equity Ownership”, Auditing: A Journal of Practice & Theory, September 2001: 123-132.

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 2002, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Yogyakrta: BPFE.

Iqbal, S., (2007). “Corporate Governance Sebagai Alat Pereda Praktik Manajemen Laba”,Ventura, Vol. 10, No. 3: 29-44.

Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling.(1976). Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol 3, No. 4: 305-360.

Jiraporn, P., G.A. Miller, S.S. Yoon dan Y.S. Kim, (2006). “Is earning management opportunistic or beneficial? An agency theory perspective”, International Review of Financial Analysis, Vol. 17, No.3: 622–634.

Kaen, Fred R., (2003). “A Blueprint for Corporate Governance: Strategy, Accountability, and the Preservation of Shareholder Value”. New York, NY: American Management Association.

Klein, A., (2000)“CEO power, board independence and CEO compensation: An empirical investigation”, working paper, New York University.

KNKG, (2006). “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”. Komite Nasional Kebijakan Governance. Jakarta.

Lo, K., (2008). “Earning management And Earnings Quality”.Journal of Accounting and Economics 45: 350–357.

Maksum, Azhar (2005). “Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Universitas Sumatera Utara.

Merdistusi, Pranata Puspa. Dan Mas;ud Machfoedz. (2003). “Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya: 176-196.

Monks, Robert A.G, dan Minow, N, Corporate Governance 3rd edition, (2003) Blackwell Publishing.

Murhadi, W.R. (2009). “Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Earning managementpada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia”. Jurnal manajemen dan kewirausahaan, Vol.11, No. 1: 1-10.

Murwaningsari, Etty. (2007). “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening”. The 1st Accounting Conference Faculty of Economics Universitas Indonesia.

OECD Principles of Corporate Governance, (2004). Organisation for Economic Co- Operation and Develovment, www.iasplus.com.

Ortega, W.R. and Grant, G.H. (2003), “Maynard manufacturing: an analysis of GAAP- based and operational earning management techniques”, Strategic Finance, July.

Perusahaan.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 2, No. 2: 125-144.

Scott, R.W. (2000). Financial Accounting Theory 2nd Ed., New Jersey: Prentice Hall.

Sekaran, Uma. (2006). “Research Method for Business, Metododologi Penelitian untuk Bisnis”. Edisi 4,. Buku 1 dan 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta: Salemba Empat.

Setiawati, L. dan Na’im, A., (2000). “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 15, No. 4: 424-441.

Shah, S.Z.A, S.A. Butt., and A. Hasan. (2009 ). “Corporate Governance and Earnings Management an Empirical Evidence Form Pakistani Listed Companies”. European Journal of Scientific Research, Vol. 26, No. 4: 624-638.

Suranta, Eddy dan Pratana Puspa Merdistusi. (2005). “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Praktik Manajemen Laba”, Konferensi Nasional Akuntansi,Peran Akuntansi dalam Membangun Good Corporate Governance: 1-8.

Tjager, I Nyoman, (2001). Pedoman GCG, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance.

Vafeas, Nikos. (2000). “Board Structure and Informativeness of EarningsJournal of Accounting and Public Policy, Vol. 19: 139-160.

Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt.(2003). “Earning Management and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee”. Journal of Corporate Finance, Vol. 9: 295-316.

1 komentar:

  1. rumusnya tidak ditampilkan

    adanya organ dalam gcg belum menentukan jalan atau tidaknya GCG, variable GCG itu kualitatif, namun penerjemahannya ke kuantitatif belum dapat meyakinkan pembaca

    BalasHapus